Ketika Maulid Nabi Jadi Pro Rakyat Miskin

Ermansyah R. Hindi

Beberapa hari yang lalu saya memandangi status dari akun anonim di Facebook. Ngumpetnya bukan main. Akun bodong kuadrat. Sudah abal-abal, pakai akun anonim lagi, _hehe_. Ya sudah. Yang jelas, konten “kritik” dari pemilik akun anonim di FB itu panjang kali lebar. _Suwer_, saya sampai geleng-geleng kepala.

Kenapa, ya?

Bukan sok paham masalah, maka saya cuma tidak habis pikir, sejauh ini masih ada makhluk yang keren-keren pakai cara berpikir canggih, tapi jatuhnya ke falasi logika alias kesalahan logika.

 

Begini. Ada pernyataan atau kalimat Bupati Jeneponto: “Insya Allah bakul akan kita bagikan kepada masyarakat kurang mampu, sesuai data kemiskinan dan Miskin Ekstrem.”

Bagaimana struktur logikanya? Tenang, Bro-Sis!

Premis 1: Ada bakul (program bantuan).

Premis 2: Sasaran kepada masyarakat kurang mampu.

Premis 3: Data dasar kemiskinan dan miskin ekstrem.

Kesimpulannya: Bakul akan disalurkan sesuai data ke masyarakat kurang mampu. Jadi, tidak _fallacy_. Diuji faktanya? Bolehlah.

Kemudian, pernyataan dari pemakai akun Peserta anonim: “Pertama, paksaan berkedok sedekah. Sedekah adalah ibadah yang lahir dari keikhlasan, bukan dari instruksi politik.”

Menyangkut struktur logikanya. Gambaran simpelnya, seperti ini:

Baca Juga:  Kerja Cerdas Jajaran Pimpinan Perangkat Daerah Tingkatkan Realisasi Anggaran Jeneponto

Premis 1: Sedekah adalah ibadah lahir dari keikhlasan.

Premis 2: Instruksi politik ≠ ikhlas (karena paksaan).

Lalu, kesimpulannya: “Sedekah karena instruksi politik sama dengan paksaan berkedok sedekah (tidak sah sebagai ibadah).”

Pernyataan dari akun Peserta anonim punya masalah logika. Maksudnya? Apa itu?

Dalam logika, ada yang disebut _begging the question_ atau argumennya mutar-mutar, seperti “sedekah sama dengan ikhlas” sudah menentukan hasil akhir, yang kelihatannya kayak ada bukti, tapi sebenarnya cuma mengurangi kesimpulan dengan kata lain justru sudah dimasukkan ke dalam premis.

Misalkan lagi. “Sedekah itu harus ikhlas. Kalau tidak ikhlas, berarti bukan sedekah.” Kesimpulannya: “Kalau tidak ikhlas bukan sedekah” sudah terkandung dalam definisi awal.” Mutar-mutar, bukan?

Belum lagi, kalau muncul pernyataan atau argumen dari X: “Anda wajibkan 50, 40, 20 bakul, dan sebagainya per perangkat daerah atau level pimpinan? Berarti Anda memaksakan sumbangan Maulid Nabi!” Ini kesalahan logika disebut Straw Man, yaitu membelokkan argumen pihak lawan jadi versi yang lebih mudah diserang. Padahal itu bukan maksud sesungguhnya.

Dari satu gambaran simpel itu saja sudah menunjukkan bahwa tudingan miring atas kegiatan Maulid Nabi SAW dengan distribusi bakul ke Desil 1 (Satu), yaitu miskin ekstrem yang dihelat oleh Pemerintah Kabupaten Jeneponto di bawah kepemimpinan Bupati H. Paris Yasir- Wakil Bupati Islam Iskandar tuai sindiran nyelikit dari pihak tertentu tidak punya landasan logika yang kokoh. Yang ada malah terjebak dalam kesalahan logika. Sesungguhnya masih ada logika berpikir yang salah kaprah, seperti _False Dichotomy_: seolah cuma ada dua opsi (ikhlas vs politik). Untuk kebutuhan, di sini cuma satu saja.

Baca Juga:  Rencana Pembangunan BLK Alat Berat di Kabupaten Jeneponto

Poin yang ingin saya katakan di sini adalah Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto sudah melakukan inovasi karena seumur-umur, barusan kali ini ada bakul Maulid Nabi SAW disalurkan pada orang-orang miskin. Ya, babak baru dalam budaya inovatif lewat kegiatan Maulid Nabi SAW, 2025. Ini perlu kita garis bawahi sebagai terobosan mantul, mantap betul. Di tengah kemiskinan, beliau berdua tetap tegak berdiri sembari merenung tentang nasib orang-orang miskin yang perlu dilayani lewat kebijakan dan program pemihakan pada rakyat kecil: miskin. Selain itu, inovasi plus budaya _pacce_ sesama, yang miskin dan susah akan berkurang beban hidupnya lewat bantuan bakul Maulid SAW.

***

Tolong dik, apa narasi dari gambar itu? Begitu pinta kanda Tutu Bakhtiar Adnan Kusuma, yang akrab disapa kak BAK seorang tokoh literasi plus penulis nasional dengan nada penasaran setelah saya nge- _share_ di grup WhatsApp organisasi kedaerahan.

Baca Juga:  Makna Sumpah Pemuda di Era Digital

Maka jawabku cuma setengah jengkal. Jawabku malah kurang dari itu.

Ya, Maulid SAW tahun 2025 ala Pemerintah Kabupaten Jeneponto: Bupati H. Paris Yasir-Wakil Bupati Islam Iskandar. Di halaman Kantor Bupati Jeneponto. Suit-suit banget.

Target baku maudu’ versi ember kurang levih 14 ribu. Untuk siapa? Desil 1 (Satu), miskin ekstrem.

Yang distribusi desa kelurahan (sekaligus menyumbang juga).

Terus, kalau video Maulid Nabi Muhammad SAW ini lumayan hasil rekaman kecil-kecilan. Dan share juga di grup WA. Lebih dari satu grup.

“Berapa bakul semua? Dan bakul ini diberikan kepada siapa? Dan sumber bakul dari mana dinda ini,” tanya kak BAK.

“Apa tema kegiatan ini dik,” tambah pertanyaan kak BAK.

Bakul ini untuk kurang lebih 14 ribu orang, kanda. Untuk Rumah tangga miskin ekstrem. Lewat Desa-Kelurahan yang bagikan ke penerima manfaat. Sumber bakul dari Bupati-Wakil, Forkopimda, Perangkat Daerah sampai desa dan kelurahan. Begitu kanda.

“Ini namanya inovasi,” tutur kak BAK.

Ini temanya kanda, jawabku agak telat. “Jeneponto Berbagi Untuk Kebahagiaan.” Semoga!